pengajian munakahat

Home » » Fakhruddin al-Razi Mutiara Dari Teheran

Fakhruddin al-Razi Mutiara Dari Teheran

Written By Unknown on Minggu, 19 April 2015 | 08.16

oleh
                                      KH.Muhib Aman Aly

Banyak yang menganggap bahwa filsafat islam menjadi stagnan setelah Imam al-Ghazali menulis Tahafut al-Falasifah nya. Banyak pula yang menganggap bahwa ilmu kalam dan filsafat adalah dua ilmu yang tidak pernah bisa akur. Untuk membuktikan kesalahan asumsi ini perlu diungkapkan seorang tokoh mutakallim yang sekaligus juga filosof yang hidup setelah zaman al-Ghazali. Tokoh tersebut adalah Muhammad ibnu ‘Umar al-Razi al-Tabaristani al-Qurashi. Ia seorang ulama yang pengetahuannya sangat luas, oleh karenanya beliau mendapat berbagai gelar seperti: Fakhruddin (Kebanggaan Agama), Syaikhul Islam, al-Imam dan lain-lain.
Beliau lahir di Rayy pada bulan Ramadan 544 H bertepatan dengan tahun 1149 M. Sepuluh abad yang lalu, Rayy yang lokasinya sekarang berada di Teheran, merupakan sebuah kota besar berada di daerah Jibal, Tenggara Teheran.  Dari Rayy ini telah lahir banyak tokoh pemikir Muslim terkenal, diantaranya: Abu Bakar Muhammad ibnu Zakariyya al-Razi (m. 311 H/923 M), Abdurrahman ibnu Haitim al-Razi (m. 327 H/938 M), Abu Bakar al-Razi al-Jassas (m. 370 H),. Diantara ulama yang hidup sezaman dengan beliau adalah Ibnu Rusyd (520 H/ 1126 – 595 H/1198 M), Ibnu Arabi (560 H/1165 M – 638 H/1240 M), Sayfuddin al-Amidi (551 H/1156 M – 631 H/ 1233 M) dan al-Suhrawardi (549 H/1154 -587 H/1191 M).

Latar Belakang pendidikan dan Keluarga
Fakhruddin al-Razi mendapat pendidikan awal dari ayahnya. Pendidikan tersebut sangat memberi kesan yang mendalam kepada dirinya. Pada saat itu Diyauddin umar, ayah Fakhruddin al-Razi adalah seorang tokoh masyhur di Rayy yang juga penceramah ulung di kota Rayy, sehingga Fakhruddin al-Razi dijuliki sebagai Ibnu al-Khatib (anak penceramah) . Sebagaimana diakui oleh Fakhruddin al-Razi sendri, ayahnya adalah murid dari Abu al-Qosim Sulaiman ibnu Nasir al-Ansari, murid seorang ulama besar, Imam al-Haramain Abu al-Ma’ali.
Pengetahuan Fakhruddin al-Razi tentang teologi dan fiqh mula-mula beliau dapatkan dari ayahnya. Dalam beberapa karyanya, beliau memebri gelar ayahnya sebagai al-Syaikh al-Walid, al-Ustadz al-Walid dan al-Imam al-Sa’id.
Ayahnya memeiliki beberapa karya diantaranya Ghayat al-Maram fi ilmi al-Kalam (Puncak Kedambaan Dalam teologi). Menurut al-Subli kitab tersebut termasuk kitab ahlis sunnah yang paling berharga dan sangat lugas (min anfusi kutub ahl al-sunnah wa asyadduha tahqiqan). Dalam pandangan al-Subki ayahnya mempunyai kefasuihan bahasa, hafalan yang kuat, pakar dalam fiqh, teologi, sufi, ceramah, hdits, sastrawan yang prosanya sangat baik, keindahan serta sajak yangmemukau dari ucapannya mengingatkan kembali kepada Maqamat al-Hariri  [i] .
Setelah ayahnya wafat pada tahun 559 h, Fakhruddin al-Razi yang saat itu berusia 15 tahun, merantau ke berbagai daerah. Pertama kali beliau merantau ke Simnan dan mendalami fiqh kepada al-Kamal al-Samnani. Kemudian beliau kembali ke Rayy dan berguru kepada Majduddin al-Jili, dalam masalah teologi dan filsafat. Ketika al-jili berpindah ke Maraghah unutk mengajar disana, Fakhruddin al-Razi ikut serta menemaninya. Salah seorang teman seperguruannya adalah Syihabuddin al-Suhrowardi, seorang filosof yang megenalkan gagasan filsafat iluminasi, sebuah aliran filsafat alternatif terhadap filsafat Aristoteles yang pada saat itu cukup berpengaruh.
Disamping memliki guru yang memang pakar dalam bidangnya, Fakhruddin al-Razi juga sendiri termasuk seorang yang pintar, cerdas dan otodidak. Beliau berkata: “Aku seorang pecinta ilmu, oleh sebab itu aku tetap menulis segala sesuatu dengan tidak memperhatikan kuantitas dan metodologinya baik itu benar atau salah, sedikit atau banyak”. [ii]
Selain itu Fakhruddin al-Razi juga memiliki kemampuan menghafal yang luar biasa. Konon belaiu telah menghafal kitab al-Syamil fi Ushul al-Din, karya Imam al-haramain, al-Mu’tamad, karya Abu al-Husain al-Basri, dan al-Mushtashfa karya Imam al-Ghazali.

Perjalanan Karir intlektualnya
Setelah menguasai berbagai disiplin keilmuan, Fakhruddin al-Razi merantau ke berbagai daerah untuk memperluas wawasannya. Tercatat beliau pernah merantau ke Khawarazm dan disana berdebat dengan tokoh-tokoh Muktazilah, yang saat itu sangat berpengaruh. Selain itu beliau juga berdebat dengan tokoh-tokoh teolog Kristen. Beliau menunjukkan berbagai kesalahan mendasar dalam dogma-dogma Kristen serta mempertahankan kemurnian ajaran Islam.
Pada usia yang 35 tahun, Fakhruddin al-razi merantau ke Transoxiana (al-Bilad ma wara’a al-nahr) dan menetap kurang lebih dua tahun disana. Selanjutnya beliau melanjutkan safari intlektualnya ke Samarqand, Khujand, Banakit, Ghaznah dan bagian Barat India. Selama dalam perjalanannya beliau selalu menyempatkan berdialog dengan para tokoh-tokoh setempat.
Di bukhara Fakhruddin al-Razi sempat berdialog dengan sejumlah ahli fiqh madzhab Hanafi seperti al-Radliyy al-Naisaburi. Setelah merasa telah cukup tinggal di Bukhara, beliau melanjutkan safari intlektualnya ke Samarqand. Sebelum kedatangannya di Samarqand, beberapa karyanya seperti al-Mabahits al-Masyriqiyah (Penelitian Timur), Syarh al-Isharat wa al-tanbihat (Komentar terhadap Anotasi dan Peringatan) dan Mulakhkhas (Sinopsis), sudah lebih dulu beredar disana, sehingga ketika beliau datang, masyarakat sudah banyak yang telah mengenalnya.
Dari Samarqand, Fakhruddin al-Razi berkunjung ke Ghur. Disana beliau mendapatkan perlindungan dari Raja Ghaznah, Syihabuddin al-Ghuri dan saudaranya Ghiyatsuddin al-Ghuri. Beliau berhasil mengubah keyakinan Ghiyatsuddin dari doktrin Karramiyyah [iii] yang sesat dan sangat dominan di Ghur kepada paham Ahlussunnah. Usaha Fakhruddin ini membuat pengikut Karramiyyah sangat marah kepadanya. Lebih marah lagi ketika beliau mengkritik tokoh mereka, Ibnu Qudwah, didepan publik. Amir al-Din, sepupu sekaligus menantu Ghiyatsuddin, membela Ibnu Qudwah dan selanjutnya mengusir Fakhruddin al-Razi.
Kemudian beliau kembali ke Herat dan mendapat perlindungan dari dari sultan Khurasan ‘Alauddin Khawarzamshah Tusukh (m. 596 H). Beliau kemudian menjadi pengajar anak sultan. Ketika pangeran tersebut mewarisi tahta pada tahun 596 H, Fakhruddin al-Razi mendapatkan kondisi dirinya yang lebih baik.
Beliau menetap di heart sampai akhir hayatnya. Dan mneinggal di desa Musdakhan Herat, pada tahun 606 H/Maret 1210 M, pada usia yang ke 62 tahun.
Sekalipun jasadnya telah terbang, pemikiran-poemikiran beliau akan terus dikenang. Ibnu Athir, seorang sejarawan Muslim terkenal, yang hidup sezaman dengan beliau, berpendapat bahwa beliau adalah seorang ahli fiqh dari madzhab Syafi’i, penulis karya-karya terkemuka dalam fiqh, ushul fiqh dan lain-lain. Ibnu Khalikan, seorang sejarawan lainnya menganggap semua karya Fakhruddin al-Razi sangat memuaskan pembacanya. Beliau adalah orang pertama yang mengenalkan susunan yang sistematis dalam karya-karyanya yang sebelumnya belum seorangpun pernah melakukannya. Beliau berceramah dengan sangat baik dan mengesankan, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa Persia. Siapapun yang mendengar ceramahnya akan menangis. Jika beliau menggelar acara diskusi, maka para cendikiawan dan tokoh akan menghadirinya. Mereka bertanya mengenai berbagai persoalan dan beliau memberikan jawaban yang spektakuler. Banyak pengikut Karramiyyah dan pengikut madzhab lain yang kembali kepada madzhab Ahlussunnah. Tak heran jika di Herat beliau digelari Syaykh al-Islam. Bagi Imam al-Subki, Fakhruddin al-Razi adalah seorang pakar teologi yang sangat menguasai lintas disiplin ilmu.

Seorang Mufassir  
Falhruddin al-Razi menulis beberapa karya yang berkaitan dengan al-Qur’an. Diantaranya Asrar al-Tanzil wa Anwar al-Ta’wil, Tafsir Surah al-Fatihah (manuskrip), Al-tanbih ‘ala Ba’dli al-Asrar al-Mawdi’ah fi Ba’d Ayat al-Qur’an (manuskrip). Dalam studi al-Qur’an, magnum opus dari pemikiran beliau adalah Mafatihu al-Ghoyb Tafsir al-Kabir). Kitab tafsir tersebut ditulis kurang lebih selama 8 tahun, yaitu dari tahun 595 sampai 603. ketika menulis kitab tafsit tersebut, beliau mengulangi seraya memodifikasi apa yang telah ditulisnya diberbagai buku sebelumnya, seperti Asas al-Taqdis, Nihayatu al-I’jaz fi Dirayatu al-I’jaz, dan beberapa karya lainnya.
Beliau juga memanfaatkan karya-karya para mufassir sebelumnya, seperti Tafsir al-Qoffal al-Kabir, karya Muhammad ibnu ‘Ali Ibnu Isma’il 9m. 365 H); Tafsir al-Wahidi, karya Abu al-hasan ‘Ali ibnu Ahmad ibnu Muhammad (m. 462 H); dan al-Kasysyaf, karya Muhammad ibnu ‘Umar ibnu Muhammad al-Zamakhsari (m. 462 H).
Fakhruddin al-Razi menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan berbagai lintas disiplin ilmu. Banyak dari pembahasannya yang tidak terdapat di dalam kitab-kitab tafsir yang lain. Mungkin disebabkan ini, Ibnu Khalikan berpendapat bahwa karya tafsir Fakhruddin al-Razi memuat didalamnya segala yang aneh-aneh.
Meski karya tafsirnya banyak mengundang pujian dari para ulama dan sejarawan, namun ada juga yang memberikan komentar sinis. Ibnu Taymiyyah dan Abu Hayyan al-Andalusi misalnya berpendapat bahwa Tafsir Mafatih al-Ghayb (Tafsir al-Kabir) memuat segala sesuatu kecuali tafsir (fihi kullu syai’ illa al-tafsir). Tetapi komentar sinis inpun segera dibantah oleh Imam Tajuddin al-Subki. Baginya didalam Tafsir al-Kabir karya Fakhruddin al-Razi itu terdapat segala sesuatu sekaligus tafsir (inna al-tafsir al-kabir fihi kullu syai’ ma’a al-tafsir). Perbedaan pendapat seperti ini disebabkan pendekatan Fakhruddin al-Razi tidak terbatas kepada pendekatan tata bahasa dan riwayat saja. Beliau menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakkan berbagai pendekatan lintas disiplin ilmu. Dalam pandangan Fakhruddin al-Razi, al-Qur’an diturunkan supaya bermanfaat dan rahasia-rahasianya tersingkap, bukan untuk tujuan dari sisi tata bahasa dan khabar saja tanpa menggunakan berbagai disiplin keilmuan yang justru menunjukkan kekuasaan Tuhan.
Pendekatan yang dilakukan oleh Fakhruddin al-Razi ketika menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan lintas disiplin ilmu mewrupakan usaha yang perlu dihargai. Apalagi usaha beliau itu sama sekali tidak meninggalkan pendekatan al-tafsir bi al-ma’tsur . beliau juga sangat concern dengan disiplin bahasa ketika menafsirkan al-Fatihah. Karena pendekatannya yang mengagumkan, maka karya tafsirnya dijadikan rujukan oleh para mufassir pada generasi berikutnya. Pengaruh tersebut, misalnya,  tampak jelas dalamkarya tafsir Abdullah ibnu ‘Umar ibnu Muhammad ibnu ‘Ali al-Baydlawi (m. sekitar tahun 685 H), Anwar al-tanzil wa Asrar al-Ta’wil. Bahkan menarik juga untuk diketahui bahwa pengaruh tafsir tersebut juga telah sampai ke Nusantara. Syekh Nawawi al-Jawi al-Banteni (m. 1897), seorang ulama Mekkah, berasal dari Banten, menulis kitab tafsir berjudul Marah Labid. Kitab tersebut banyak memuat keterangan dari kitab tafsir Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghoyb.

Ahli Fiqh
Selain sebagai seorang mufassir, Fakhruddin al-Razi juga dikenal sebagai ahli bidang fiqh. Ini tampak bukan saja dari tulisan-tulisannya dalam fiqh dan ushul fiqh, namun juga dari berbagai perdebatannya dengan para ahli fiqh lainnya. Salah satu kehebatan Fakhruddin al-Razi dalam bidang ushul fiqh adalah karena beliau sejak muda sudah menguasai beberapa karya besar dalam ushul fiqh, seperti al-Burhan karya Imam al-Haramain al-Juwayni, bahkan beliau menghafal al-Mushtashfa karya Imam al-Ghazali, dan al-Mu’tamad karya Abu al-Husayn al-Bashri. Selain al-Risalah karya Imam Syafi’i, kitab tersebut adalah kitab standart dalam bidang ushul fiqh.
Fakhruddin al-Razi banyak menulis mengenai fiqh dan ushul fiqh. Sayangnya, karya-karya beliau dalam bidang itu banyak yang hilang atau masih dalam bentuk manuskrip, seperti: Ibthal al-Qiyas, Syarah al-Wajiz fi al-Fiqh (li al-Ghazali), al-Ma’alim fi ushul al-Fiqh dan al-Thariqah al-Ilahiyyah fi al-Khilaf.
Salah atu karyanya yang sangat penting dalam bidang ushul fiqh dan sudah diterbitkan adalah al-Mahshul f ‘Ilmi al-Ushul. Karya tersebut telah dikaji, dikomentari dan diringkas oleh para pakar yang lain. Diantara ulama yang mengkaji karya tersebut adalah Syamsuddin Muhammad ibn Mahmud al-Ashbahani (m. 688 H) dengan menulis al-Khasyif al-Mahshul, Syihabuddin Ahmad ibn Idris al-Qaffal (m. 684 H) dengan menulis Nafa’is al-Ushul Syarh al-Mahshul, dan masih banyak yang lain.
Selain itu, ada pula yang telah, meringkas karya Fakhruddin al-Razi, diantaranya adalah; Diya’uddin Husayn dengan menulis al-Muntakhab, Abu Abdillah Muhammad ibn Husayn al-Urmawi (m. 656 H) dengan judul al-Hashil min al-Mahshul, Mahmud ibn Abi Bakar al-Urmuwi (m. 686 H) dengan judul al-Tahshil min al-Mahshul, al-Qarafi dengan judul Tanqih al-Fushul fi Ikhtishari al-Mahshul, Muzfir ibn Muhammad al-Tibrizi dengan judul Tanqih al-Mahshul, dan masik banyak lagi yang lainnya, sebagimana dikemukakan oleh Haji Khalifah.

Seorang Teolog Dan Filosof
Fakhruddin al-Razi juga pakar dalam bidang teolog dan filsafat. Karyanya dalam masalah-masalah teologis dan filosofis sangat banyak. Dalam teologis misalnya, beliau menulis kitab al-Arba’in fi Ushul al-Din, Asas al-Taqdis fi Ilmi al-Kalam, al-Khamsun fi Ushul al-Din, al-Jabr wa al-Qadr, Nihayat al-‘Uqul fi Drayat al-Ushul, Syarh Asma’ Allah al-Husna dan lain-lain baik yang sudah terbit atau masih dalam bentuk manuskrip, sperti al-Jawhar al-Fard, Huduts al-‘Alam, Ismat al-Anbiya’ dan lain-lain.
Dalam bidang filsafat beliau mempunyai beberapa karya. Diantaranya al-Mathalib al-‘Aliyyah (9 Jilid), al-Mabahits al-Masyriqiyyah (2 Jilid), Syarah ‘Uyun al-Hikmah, Lubab al-Isyarat, dan lain-lain. Selain itu masih banyak yang dalam bentuk manuskrip, seperti Ta’jiz al-Falasifah (ditulis dalam bahasa Persia), al-mulakhkhash fi al-Hikmah wa al-manthiq al-Kabir, Masa’il al-Hudud, dan lain-lain.
Menarik untuk diketahui bahwa pemikiran-pemikiran filosofis Fakhruddin al-Razi sangat maju pada zamannya. Konsepnya mengenai waktu, misalnya, banyak yang pararel dengan pemikiran Newton dan bahkan mendahuluinya. Fakhruddin membahas mengenai konsep waktu secara mendetil dalam al-Mathalib al-‘Aliyyah. Dalam karya yang sudah tercetak itu, pembahasan mengenai konsep waktu menghabiskan sebanyak 100 halaman. Dalam pandangan Fakhruddin al-Razi, pada dasarnya waktu adalah substansi eternal, tanpa terkait dengan sesuatu yang eksternal dan coraknya selalu sama. Waktu mengalir dari tidak bermula ke tidak berakhir. Eksistensinya tidak tergantung kepada akal manusia dan esensinya tidak tergantung kepada gerak. Ia selalu bisa dipresepsikan sekalipun gerak tidak ada bersamanya. Waktu adalah eksistensi aktual karena secara ontologis ia adalah absolut dan tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang tidak ada  [iv].  Fakhruddin al-Razi juga mengatakan bahwa akal manusia terbatas untuk memahami rahasia esensi waktu (uqul alkhalqi qashiratun ‘an al-ihathah bi-kunhio mahiyatihi).

Karya-Karya Yang lain
Fakhruddin al-Razi adalah penulis yang sangat produktif. Beliau membahas berbagai persoalan secara mendalam. Beliau juga menulis mengenai sastra bahasa arab, kedokteran, matematika, perbandingan agama dan sekte serta lain-lain. Sebagian karya-karyanya sudah tercetak, namun masih banyak lagi yang dalam bentuk manuskrip, juga banyak pula yang hilang. Dalam sastra arab, karyanya yang sudah diterbitkan adalah Nihayat al-Ijaz fi Dirayat al-I’jaz. Sedangkan yang masih dalam bentu manuskrip antara lain adalah: Syarh Saqt al-Zand li Abi al-A’la al-Ma’ari, al-Muharrar fi Haqa’iq al-Nahw.
Fakhruddin al-Razi juga menulis dalam bidang kedokteran seperti Syarah al-Qonun (li Ibn Sina) (manuskrip), al-Thibb al-Kabir (manuskrip)Masa’il al-Thibb (manuskrip). Beliau juga menulis mengenai sejarah, matematika, astrologi, dan lain-lain. Selain itu sebagian karyanya ada yang mesih belum diketahui isinya, seperti: Tahdzib al-Dala’il wa ‘Uyun al-Masa’ilJawab al-Ghaylani, al-Ri’ayah, Risalah al-Su’al, al-Risalah al-Sahabiyyah, al-Risalah al-Majdiyyah, dan Nafhat al-Masdur. Selain itu masih banyak kitab-kitab yang masih diragukan, namun dinisbahkan kepada Fakhruddin al-Razi. Untuk mengetahui apakah kaya-karya tersebut betul-betul tulisan Fakhruddin al-Razi atau bukan, maka manuskrip-manuskrip tersebut perlu diedit. Sebagai kesimpulan, Fakhruddin al-Razi adalah tokoh intlektual besar dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam. Pemikiran-pemikiran beliau lintas ruang dan waktu. Kajian yang mendalam terhadap pemikiran-pemikiran beliau perlu terus dilakukan.
Semoga Allah swt memberi pahala yang pantas atas segala usaha dan jasa-jasanya. Amin.   




[i] Maqamat al-Hariri adalah karya Abu Muhammad al-Qasim ibnu ‘Ali ibnu Muhammad ibnu ‘Utsman ibnu al-Hariri, seorang filolog dan sastrawan Arab terkemuka. Ia terkenal dengan karyanya al-Maqamat. Lihat. Al-Mabahits al-Masyriqiyyah fi ‘Ilmi al-Ilahiyyat wa al-Thabi’iyyat  editor Muhammad al-mu’tashim Billah al-Baghdadi (Beirut: dar al-Kitab al-‘Arabi, Cet. Pertama, 1990), 2 Jilid, 1.
[ii] Ibny Abi Usaybi’ah, Uyun al-Anba’ fi Tabaqat al-Atibba’, editor Nizar al-Rida (Beirut: Mansyurat Dar Maktabah al-Hayah), 467.
[iii] Pengikut Abu Abdillah Muhammad ibnu Karram. Mereka meyakini bahwa Allah swt adalah antropormophis. Mereka juga terbagi menjadi beberapa kelompok. Lihat lebih lanjut, Fakhruddin al-Razi, I’tiqadat Firaq al-Muslimin wa al-Musyrikin (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1986), cet, Pertama.
[iv] Fakhruddin al-Razi, al-Mathalib al-‘Aliyyah min al-‘Ilm al-Ilahi. Editor Ahmad hijazi al-saqa, (Beirut: dar al-Kitab al-‘Arabi), 9.

Share this article :

0 komentar:

PENGUMUMAN KEHENDAK NIKAH

SIMBI
Sistem Informasi Manajeman Bimas Islam

instagram

Instagram


 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. KUA KEC. SUKUN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger