Raut mukanya terlihat lelah, sejak suaminya datang dari
kantor, Fatimah masih bekerja merawat anak-anaknya dan pekerjaan rumah lainnya
seperti mencuci baju dan menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anaknya untuk
makan malam bersama. Namun Fatimah tidak mengeluh, dia tetap senyum bahagia
melayani anak dan suaminya.
Suatu hari suami Fatimah menawarkan pembantu pada
isterinya untuk mengurangi beban kerja rumah tangganya, Fatimah menolak dan
berkata: “saya melayanimu mas dan menyelesaikan kebutuhan rumah tangga, hanya
untuk mencari ridlo Allah. Orang tuaku memberi namaku seperti nama putri
RasuluLLah, tentu ingin aku bisa meniru perilakunya, dan beliau belum tidak
pernah menggunakan jasa pembantu.”
Tentu boleh mempunyai pembantu, berbagi rezeki dengan
orang lain dengan memberi pekerjaan kepada mereka. Tentulah mulia
memperkerjakan pembantu dengan niatan berbagi rezeki. Namun RasuluLlah pernah
bersabda :
ما كانت ولا
تكون من امرأة ترفع من بيت زوجها شيئا أو تضعه تريد بذلك الإصلاح إلا نظر الله
اليها
Tiadalah seorang perempuan mengangkat atau
meletakkan sesuatu dirumah suaminya dengan niat merawat dan memperbaiki urusan
rumah tangga kecuali Allah akan melihatnya dengan pandangan kasih.
Saat Fatimah putri Nabi memperlihatkan tangan-tangannya yang kasar dan pecah akibat pekerjaan rumah tangga, Nabi mengajari Fatimah membaca, ShubhanaLLah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, Allahu akbar 33 x sebelum tidur agar saat bangun kembali bugar dan ringan bekerja, dan itu lebih baik dari berpangku tangan pada pembantu.
Isteri-isteri RasuluLlah sendiri tidak berpangku tangan dalam rumah tangga, Imam Muhammad Ibn Abdurrahman al Habasyi dalam kitab al Barakah fi Fadli al Sa’yi wa al Harakah halaman 53 menceritakan bagaimana Jibril mengirimkan salam dan janji surga dari Allah untuk Sayyidah Khadijah karena kerja kerasnya dalam melayani Nabi Muhammad selaku suami. Sayyidah Aisyah sendiri bercerita bahwa tiada makanan yang melebihi kenikmatan makanan buatan Sayyidah Hafsah, begitu juga Sayyidah Zainab Ibn Jahsin seorang yang ringan tangan dalam beramal dan gemar bersedekah.
Isteri-isteri RasuluLlah sendiri tidak berpangku tangan dalam rumah tangga, Imam Muhammad Ibn Abdurrahman al Habasyi dalam kitab al Barakah fi Fadli al Sa’yi wa al Harakah halaman 53 menceritakan bagaimana Jibril mengirimkan salam dan janji surga dari Allah untuk Sayyidah Khadijah karena kerja kerasnya dalam melayani Nabi Muhammad selaku suami. Sayyidah Aisyah sendiri bercerita bahwa tiada makanan yang melebihi kenikmatan makanan buatan Sayyidah Hafsah, begitu juga Sayyidah Zainab Ibn Jahsin seorang yang ringan tangan dalam beramal dan gemar bersedekah.
Siapa lagi teladan para muslimah yang patut dicontoh
selain isteri-isteri RasuluLlah? Bolehlah ada pembantu, tetapi tegakah bila
pahala ibadah, pahala jihad bagi para isteri shalihah yang melayani suaminya
tercerabut. Maka berpangku tangan kepada pembantu bukanlah sikap yang baik,
jadikan pembantu hanya sekedar membantu, bukan pemain utama dalam urusan rumah
tangga. Bila suami puas terhadap masakan di rumah, kepada siapa dia lebih
disuka mengucap terima kasih dan pujian, kepada isteri ataukah kepada pembantu?
0 komentar:
Posting Komentar