pengajian munakahat

Home » » Sepatu Sang Suami

Sepatu Sang Suami

Written By Unknown on Selasa, 22 Maret 2016 | 07.31

Fatimah bukan anak orang kaya, sejak kecil dia diajari kesederhanaan dan ilmu agama, ayahnya juga bukan seorang kyai, tapi kesalihah sosialnya masyhur di desanya. tidak ada orang yang membutuhkan bantuan kecuali ayahnya menjadi orang pertama yang membantunya.
Fatimah tidak tamat sekolah, orang tuanya meminta kerelaannya untuk berhenti sekolah karena keterbatasan dana. dia hanya belajar dari ibunya bagaimana menjadi seorang perempuan yang baik dan isteri yang shalihah.
setiap hari dia melihat sang ibu mengambil butir-butir nasi untuk ditempel diujung bibirnya agar nampak sudah sarapan, demi meyakinkan ayahnya bahwa rizki yang diberikan benar-benar cukup. sang ibu baru benar-benar makan bila ayah dan anak-anaknya telah usai makan, itupun bila tersisa.
rutinitas pagi sang ibu setiap usai shalat subuh, ia bergegas melap sepeda butut ayah, sandal peralatan kerjanya dengan ujung lengan pakaiannya, karena memang tidak ada lap dirumahnya.
----
Fatimah dewasa dipinang pemuda tetangga desa....
saat akan menikah, ibunya membisikkan sesuatu: "nak fatimah, jadilah isteri shalihah, lakukan apapun untuk ridla suamimu, karena sesungguhnya seorang perempuan yang telah menjalankan lima waktu shalat, puasa, zakat dan suaminya ridla, surga bagimu nak, tak penting kekayaan dunia dan gengsi yang menipu, cukup kejar ridla suamimu."
suami fatimah, hanyalah tenaga honorer dengan gaji pas-pasan, sepatunya dia beli dari pasar loak. tapi dia begitu bahagia dengan fatimah isterinya, tiap akan berangkat kerja dia lihat, tas kulit dan sepatunya "mengkilap" karena telah dilap. dia tidak tahu bahwa sepatu dan tasnya itu dilap dengan ujung baju fatimah dengan susah payah. berapapun gaji yang diterima dari suami, dimanfaatkan fatimah secukup-cukupnya tanpa protes... hanya hamdalah yang dia ucapkan. fatimah benar-benar memegang pesan ibunya. dia ingin suaminya tidak bingung hanya karena sekedar urusan nafkah.
suatu hari, fatimah meminta izin untuk membantu tetangganya yang punya hajat, hitung-hitung untuk mencari tambahan nafkah sebagai buruh masak. larut malam fatimah baru bisa pulang. dengan senyum lelah dia ingin memberikan bayaran buruh masak pada suaminya. dia berharap suaminya bahagia. sesampai rumah dia agak kecewa karena suaminya telah terlelap tidur, namun demi ingin memberi kejutan, dilipatnya uang itu disecarik kertas. dan dituliskannya sebuah kalimat' "untuk suamiku, moga meridlaiku, uang ini untuk bekalmu makan siang dikantor agar tak lagi menahan lapar hingga sore hari."
Fatimah nampak kelelahan... hingga bangun kesiangan, selepas subuh dia tak kuat menahan kantuk hingga tidur lagi, saat bangun dilihatnya suaminya sudah tidak ada disampingnya. namun secarik kertas yang dia siapkan untuk suaminya masih ada disampingnya. diambilnya kertas yang membungkus uang lelahnya semalam. ternyata suaminya meninggalkan pesan disitu. dibawah pesannya tadi malam. "untuk isteriku, aku bersyukur menjadi suamimu, aku meridlaimu, uang ini untuk mu saja, mungkin minggu-minggu ini kau membutuhkan uang agak banyak. dengan cinta..." fatimah memandangi terus kalimat "aku meridlaimu" dia merasa pesan ibunya telah ia laksanakan.
menjelang siang, kawan kantor sang suami datang kerumahnya... dengan terbata-bata tamu itu mengabarkan kematian suaminya karena kecelakaan saat tugas mengantar surat-surat kantor. Fatimah tak bisa menahan tangis... dengan dibonceng kawan suaminya dia ke Rumah Sakit untuk melihat jenazah suaminya.
di kamar mayat, dipandangi lekat-lekat suaminya yang telah terbujur kaku, dari ujung rambut hingga ujung kakinya. dilihatnya wajahnya teduh seperti senyum bahagia. Fatimah berharap suaminya khusnul khatimah. namun saat melihat ujung kaki suaminya yang masih terbalut sepatu bututnya. Fatimah tak mampu menahan tangisnya... dia lupa, dia merasa teledor tidur lagi setelah subuh, dia tidak melap tas dan sepatu suaminya yang berdebu... spontan dengan air matanya yang terus menetes, dia melap sepatu suaminya yang tidak bergerak lagi dan tiada henti dia mengulang ulang permintaan maafnya seolah suaminya mendengar.
Fatimah menyesal tiada henti, hingga saat suaminya telah dikuburkan, dia masih memeluk sepatu butut yang lupa dia bersihkan pagi itu seraya berbisik... "Ya Allah masihkan suamiku meridlaiku...?
Share this article :

0 komentar:

PENGUMUMAN KEHENDAK NIKAH

SIMBI
Sistem Informasi Manajeman Bimas Islam

instagram

Instagram


 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. KUA KEC. SUKUN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger